Thursday, December 17, 2015

Prophetic Parenting


Prophetic Parenting 

Price: Rp. 90.000

Penulis: DR. Muhammad Nur Abdul Hafizh Suwaid  

Sinopsis :
Berdasarkan kajiannya terhadap Sirah Nabawiyah dan As-sunnah, penulis mengungkapkan bahwa pendidikan bagi anak bermula dari ketika kedua orangtua menikah. Kemudian hubungan kedua orangtua, kesalehan mereka dan kesepakatan mereka dalam melakukan kebajikan, memiliki pengaruh yang cukup kuat dalam membentuk sisi psikis dan kecenderungan bagi sang anak.

Dalam buku ini penulis mengetengahkan pentingnya pertumbuhan anak di gendongan ibunya, keluarganya dan lingkungannya serta hubungan kekerabatan dengan kedua orangtua dan karib-kerabatnya. Juga tentang pentingnya menjaga nilai-nilai islami dalam masa pertumbuhannya dan membiasakannya untuk selalu berpikir.

Penulis juga menekankan tentang pentingnya memakai berbagai media dan alat peraga yang sesuai dengan usia anak. Itu semua beliau simpulkan dari metode pendidikan Islam, hadis-hadis Nabi Shallallâhu ’alayhi wa Sallam dan pernyataan para pakar pendidikan Islam.

“Setiap keluarga Muslim membutuhkan buku ini untuk diletakkan dalam perpustakaan pribadi dan ditelaah, kemudian seluruh petunjuk kenabian yang terdapat di dalamnya diaplikasikan dalam bentuk amal nyata.” Doktor Mahmud ath-Thahhan (Ketua Jurusan Tafsir dan Hadits, Fakultas Syariah Universitas Kuwait)

Friday, November 20, 2015

Buku dan "status"

20.00
waktu yang masih begitu sore untuk tidur. Namun, disini hanya aku yang masih terbangun memandangi suami dan anak yang sudah terlelap, entah sedang bermimpi apa. Sepi, ditemani sebuah buku yang baru saja aku beli dan sesekali suara hentakan kaki pangeran kecilku.

Kadang aku merasa iri melihat suami yang dengan mudahnya terlelap. Mungkin beliau begitu lelah, aku belajar memahami. Aku yang memang notabennya susah tidur, sekarang masih terjaga dan memang sengaja menyempatkan diri menemui kembali hobiku. Mungkin ini kesempatanku mencuri waktu menemui bukuku. Disamping itu juga aku menunggu si kecil menagih "hak"nya pada jam jam berikutnya.

Hobi yang begitu lama tidak tersentuh karna kesibukan-kesibukan lainnya. Mungkin semenjak hamil hingga melahirkan jarang sekali aku menyentuhnya. Buku.. yaa meski aku tidak seperti penggila buku lainnya setidaknya aku juga menyukainya, mungkin sedikit "tergila-gila". Sejak dulu, kalau sudah melihat buku dan masuk ke toko buku yang memajang beraneka ragam buku, aku seperti terhipnotis. Rasanya ingin sekali aku memiliki semua buku-buku tersebut. ya, meski kadang tak sempat baca. sepertinya aku mudah sekali jatuh cinta padanya (buku).

Bagiku dulu perkara membeli buku lebih gampang dari sekarang, setiap ingin, ada uang jajan, yaa beli. tapi sekarang begitu banyak pertimbangan, dan untuk membelinyapun aku harus benar-benar menyesuaikan dengan kebutuhan. Maklumlah statusku sekarang sudah berganti menjadi istri bahkan meningkat sebagai ibu juga. Jadi sekarang aku harus belajar memendam keinginan dan mendahulukan kebutuhan. Layaknya seorang mentri keuangan aku harus bisa mengatur keuangan dalam negri. Meskipun aku juga punya penghasilan, tak serta merta aku boleh seenaknya saja "egois" membelanjakannya untuk sendiri.

Malam ini aku putuskan untuk kembali membaca buku yang aku beli. Seperti biasa, semenjak buku itu ada, dengan antusias aku langsung membukanya, baca baca baca. Dari dulu aku memang sulit berhenti kalau sudah membaca bahkan aku rela makan sambil baca atau bahkan lupa makan (yang pasti tdk lupa sholat). Kali ini berbeda, perubahan status membuatku harus bisa memilih "dia atau dia". Bacaanku harus berada diantara hak suami dan anak. Sekarang aku tidak sendiri lagi, aku punya mereka yang berarti bagiku dan aku tdk boleh egois mementingkan keinginanku, seperti kadang suamiku mengorbankan hobinya demi istri dan anaknya, demi kualitas waktu bersama.

Berkeluarga bukan berarti mematikan hobi, hanya saja kita membutuhkan keahlian dalam memanage waktuantara keluarga dan hobi. Pastikan keluarga yang utama dan pilihlah waktu yang tepat menyalurkan hobi.

Think smart:)



Wednesday, November 18, 2015

He is my husband


perjalanan 2 provinsi setiap hari
pagi
malam
bergelut dengan kemacetan jalanan
benar benar perjalanan kerja yang melelahkan

Pulang, satu kata yang sangat di tunggu. Banyak hal yang mungkin terfikir saat waktunya pulang. Makan, ibadah, namun kata istirahat adalah kata yang paling banyak menari-nari di dalam benak.

ketika waktu yang ditunggu tiba, dimana kaki telah menginjak lantai kamar dan kasur sudah berada di depan mata, disanalah sedikit rasa lelah berkurang.

Itulah yang terlihat selama 2x24 jam ketika aku bersamanya di kota ini. Belum lagi kegiatan lainnya yang harus menguras tenaga dan juga otak. Lelahnya bekerja tak menyurutkannya untuk tetap menghafal setiap hari, tetap belajar. Masih menyempatkan membantu pekerjaan istri.

Aku tidak pernah tau, apakah adanya aku semakin melelahkannya atau bisa sedikit mengurangi rasa lelahnya. Tapi yang pasti akan semakin terasa lelah ketika pulang kerja, hanya sendiri di kamar dan mengerjakan semuanya sendiri. Tanpa ada orang yang bisa di ajak bercerita, melepas penat dengan sedikit tawa.

Malam, kulihat wajahnya yang lesu namun tetap kuat. Batinnya seakan melawan semua rasa. Sepertinya tak kuasa melawan redupnya mata sampai akhirnya langsung terlelap.

Bangunkan...tidak ...bangunkan...batinku ragu
kasihan jika diganggu, namun ada kewajiban kpd Allah yang belum dia dikerjakan
Kubiarkan sebentar hingga akhirnya dia terbangun untuk menunaikan kewajibannya.

Pagi...disaat aku harus kembali ke kota lain
senang bercampur galau
keinginan kuat bertemu sseorang d sana, buah hati yang kian lucu
namun harus meninggalkan suami lagi
dan hanya ada 2 hari yang selalu di tunggu
saat semua berkumpul
aku, dia, dan sikecil

Semoga jalan ini cepat berujung pada jalan tanpa cabang
dimana aku tidak harus memikirkan dia yang ada di kota lain
Semoga dia selalu kuat menjalaninya, dijaga dari semua godaan
Semoga semua bisa kembali berkumpul

I love him
He is my husband (R)

Tuesday, November 10, 2015

Rumah Tangga

Kita adalah dua orang biasa yang saling jatuh cinta. Lalu, kita bersandar pada kekuatan satu sama lain. Terus berusaha memaafkan kekurangan satu sama lain.
Kita adalah dua orang yang berbagi rahasia untuk menyublimkan diri masing-masing. Saling percaya dan berusaha saling menjaga.
Kita adalah dua pemimpi yang kadang-kadang terlalu lelah untuk terus berlari. Namun, kita berjanji saling berbagi punggung untuk bersandar, berbagi tangis saat harus bertengkar.
Kita adalah dua orang egois yang memutuskan menikah.
Kemudian, setiap hari, kita berusaha mengalahkan diri masing-masing.
...Dengan sejumlah rasa pengertian dan kesepahaman, engkau bersenang hati menghormatiku sebagai suami dan aku berbahagia menyayangimu sebagai seorang istri.